Senin, 30 Maret 2020

OPTIMALISASI LAHAN DENGAN POLA AGROFORESTRY

OPTIMALISASI LAHAN DENGAN POLA AGROFORESTRY
DI KTH NGGAYUH LESTARI
DESA BANARAN KECAMATAN PULUNG KABUPATEN PONOROGO


I.         PENDAHULUAN

     A.    Latar Belakang

Kabupaten Ponorogo berada di lereng Gunung Wilis dengan luas Hutan Rakyat sebesar 22.000 Ha dengan komoditas tanaman yang dominan antara lain sengon, gmelina, sono, mahoni, jati dan akasia. Dengan adanya hutan rakyat yang demikian luas, menunjukkan adanya potensi ruang tumbuh yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan hasil sebelum kayunya diproduksi atau lebih dikenal dengan pemanfaatan lahan di bawah tegakan. Permasalahan yang ada selama ini adalah sebagian masyarakat belum mengetahui sistem dan pola penanaman agroforestry serta manfaat ekonomi yang diperolehnya. 
Agroferestry adalah suatu sistem pengelolaan lahan secara intensif dan mengkombinasikan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian dengan maksud diperoleh hasil yang maksimal dari kegiatan pengelolaan hutan tersebut dengan tidak mengesampingkan aspek konservasi lahan serta budidaya praktis masyarakat lokal. (Anggraeni, I dan Wibowo, A, 2007).
Dengan Penerapan sistem Agroforestry diharapkan Kesejahteraan Petani akan meningkat seiring dengan adanya keaneka ragaman hasil budidaya tanaman dibawah tegakan.
    
    B. Rumusan Masalah
1.      Tingkat Pengetahuan Petani tentang Pengelolaan Hutan Rakyat masih rendah.
2.      Lahan dibawah Tegakan belum dimanfaatkan.
3.      Kesejahteraan Petani Hutan Rakyat yang Masih Rendah.
    C. Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan petani tentang pola pengelolaan hutan rakyat berbasis Agroforestry
2.    Optimalisasi lahan hutan Rakyat
3.    Meningkatkan pendapatan petani hutan rakyat.

II.         METODE PENELITIAN

A.    Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengamatan dan penelitian tentang pengembangan agroforestry dilakukan di KTH Nggayuh Lestari Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo yang berada di lereng Gunung Wilis pada sisi barat, dimana luas hutan  rakyatnya seluas 265 Ha. Pengamatan dilakukan selama Bulan Maret 2020.
B.    Metode Pengumpulan data dan analisis data
Metode yang digunakan dalam pengamatan dan penelitian sebagai berikut :
1.    Wawancara/Interview
Wawancara langsung dengan petani hutan rakyat yang menerapkan sistem agroforestry dalam pengelolaan hutan rakyat miliknya. Satu lokasi diambil satu petani, diwawancarai langsung. Petani yang diwawancarai adalah petani yang menerapkan sistem agroforestry.
    2.    Pengamatan/observasi
Pengamatan langsung ke areal hutan rakyat. Yang diamati adalah model agroforestry yang diterapkan di areal hutan rakyat petani dengan  menggamati model apa yang diterapkan. Data yang diperoleh diolah secara sederhana, hanya menghitung biaya yang dikeluarkan dan hasil yang didapat.

III.          TINJAUAN PUSTAKA

Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumber daya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat. Dalam banyak contoh di daerah-daerah Indonesia, hutan rakyat banyak yang berhasil dikembangkan oleh masyarakat sendiri. Sumbangan produksi kayu dari hutan rakyat di banyak tempat di Jawa menunjukkan signifikansi yang sangat nyata. Tingkat keberhasilan upaya untuk mendorong perkembangan hutan rakyat di Indonesia justru lebih besar di program swadaya masyarakat daripada program program penghijauan tahun 1970.
Pada umumnya pengelolaan hutan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pengelolaan hutan skala besar (large scale forestry) dan pengelolaan hutan skala kecil (small scale forestry). Pengelolaan hutan skala besar merupakan segala proses pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pemilik modal untuk mengelola hutan dengan skala besar, sedangkat pengelolaan hutan skala kecil merupakan segala proses pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengelola hutan dengan skala kecil. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, membagi hutan berdasarkan statusnya menjadi dua, yaitu hutan negara dan hutan hak. Secara definisi pada pasal 1, hutan negara  adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
Konsep pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang dapat dilakukan adalah dengan hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik dengan luas minimal 0,25 ha. Penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang . 
Salah satu bentuk pengelolaan hutan rakyat oleh masyarakat adalah dengan teknik Agroforestry. Agroforestry adalah sistem usaha tani yang mengkombinasikan antara tanaman pertanian dan tanaman kehutanan untuk meningkatkan keuntungan serta memberikan nilai tambah. Agroforestry sebagai bentuk usaha menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dalam sistem yang memperhatikan keberkelanjutannya secara ekologi, sosial dan ekonomi. Secara sederhana agroforestry adalah menanam pohon dalam sistem pertanian. Dalam satu kawasan hutan terdapat pepohonan baik homogen maupun heterogen yang dikombinasikan dengan satu atau lebih jenis tanaman pertanian. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan cara ini adalah, masyarakat dapat mendapatkan hasil dari lahan hutan tanpa harus menunggu lama tanaman hutan dapat dipanen karena dapat memperoleh hasil dari tanaman pertanian baik perbulan atau pertahun tergantung jenis tanaman pertaniannya. Selain itu produktivitas tanaman kehutanan menjadi meningkat karena adanya pasokan unsur hara dan pupuk dari pengolahan tanaman pertanian serta daur ulang sisa tanaman. Hal ini jelas sangat menguntungkan petani karena dapat memperoleh manfaat ganda dari tanaman pertanian dan tanaman kehutanan.
Agroforestry dapat diklasifikasikan menjadi 5 yaitu:
1.  Agrisilviculture (komponen pertanian dan kehutanan)
2.  Silvopature (komponen kehutanan dan peternakan)
3. Agrosilvopasture (komponen pertanian, kehutanan dan peternakan)
4. Silvofishery (komponen kehutanan dan perikanan)
5.  Agrosilvofishery (komponen pertanian, kehutanan dan perikanan)

     Adapun pola penggunaan ruang dalam sistem agroforestry dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
   1. Trees Along Border, yaitu model penanaman pohon di bagian pinggir dan tanaman pertanian berada di tengah lahan.
   2. Alternative Rows, yaitu kombinasi antara satu baris pohon dengan beberapa baris tanaman pertanian secara berselang-seling.
    3. Alternative Strips atau Alley Cropping, yaitu kombinasi dimana dua baris pohon dan tanaman pertanian ditanam secara berselang-seling.
     4. Random Mixture, yaitu pengaturan antara pohon dan tanaman pertanian secara acak.

IV. RUMUSAN DAN ANALISIS

Kabupaten Ponorogo memiliki potensi hutan rakyat yang besar yaitu sekitar 22.000 Ha. Pengembangan Pola Agroforestry dilakukan di KTH Argo Lestari Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo dimana desa tersebut mempunyai Hutan Rakyat seluas 265 Ha yang berada di sisi barat Gunung Wilis. Pengamatan yang dilakukan dilapangan pada petani hutan rakyat tidak semua lahan hutan rakyat dikelola dengan pola agroforestry. Hal ini terjadi karena informasi dan pengetahuan dengan pola agroforestry belum diketahui oleh petani. 
Data yang diperoleh dari hasil wawancara ke petani pengelola hutan rakyat yang menerapkan pola agroforestry dan tidak menerapkan pengelolaan hutan rakyat dengan system agroforestry terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan dan pendapatan secara signifikan. Petani yang menerapkan pola agroforestry hutan rakyatnya lebih lestari karena para petani mempunyai pendapatan dari tanaman dibawah tegakan sebelum menebang pohon.
Agroforestry merupakan salah satu solusi dalam meningkatkan petani pengelola hutan rakyat yang ada di Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo. Faktor ekonomi merupakan prioritas petani dalam pemilihan jenis tanaman dalam mengusahakan lahan agroforestri. Faktor ekonomi berpengaruh langsung terhadap pendapatan petani. Faktor ekologi menjadi prioritas setelah faktor ekonomi. Agroforestri yang diterapkan oleh petani hutan rakyat di Kabupaten Ponorogo memberi dampak positif sebagai berikut:
A.  Dampak Ekonomi
1.  Adanya diversifikasi hasil yaitu hasil non kayu memberi keuntungan berupa pendapatan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek (mingguan, bulanan, tahunan)
2.  Peningkatan nilai per satuan luas.
3.  Memberi kontribusi dalam penyediaan tenaga kerja bagi masyarakat.
     C.  Dampak Ekologi
1.  Penutupan lahan yang semakin luas yang efektif mencegah bencana alam.
2.  Siklus hara alami terjamin dengan tersedianya seresah yang cukup.
3. Membantu sistem perakaran dalam menahan air sehingga proses hidrologi dapat berjalan normal.
4.  Menghasilkan O2 dan mengikat CO2 sehingga pencemaran udara terkendali.
5.  Berkontribusi dalam pelestarian alam.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1.      Pembangunan Demplot Agroforestry dapat meningkatkan pengetahuan petani.
2.      Pemanfaatan lahan dibawah tegakan semakin meningkat.
3.      Agroforestry sebagai salah satu solusi meningkatkan kesejahteraan Petani.
B. Saran
1. Pembangunan demplot agroforestry perlu di perbanyak untuk mempercepat prosestransformasi pengetahuan dan budaya petani.
2.      Penangganan pasca panen hasil tanaman di bawah tegakan agar harga tidak jatuh seiring meningkatnya produksi.


 DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, I. dan Wibowo, A. 2007. Pengaruh Pola Tanam Wanatani Terhadap Timbulnya Penyakit dan Produktivitas Tanama Tumpangsari. Bulletin Info Hutan Tanaman, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Jakarta.







Sosialisasi Penyiapan dan Pengembangan Perhutanan Sosial Di Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo

Sosialisasi Penyiapan dan Pengembangan Perhutanan Sosial Di Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo Perhutanan Sosial adalah sistem...