Kamis, 05 Agustus 2021

NILAI EKONOMI DAN PEMASARAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) DI MADURA

NILAI EKONOMI DAN PEMASARAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) 

DI MADURA


Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah sumberdaya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. Hasil hutan bukan kayu merupakan barang yang telah dipungut secara rutin sejak hutan dikenal manusia, manfaatnya untuk berbagai tujuan. Karena itu, hasil hutan bukan kayu telah berperan penting dalam membuka kesempatan kerja bagi anggota masyarakat disekitar hutan (Djajapertjanda dan Sumardjani, 2001).

Sesuai ketentuan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 23, disebutkan bahwa pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Dalam pedoman ini pemanfaatan hasil hutan nonkayu adalah pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) melalui pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menerapkan prinsip kelestarian dan tetap memperhatikan fungsi hutan (Alfian, 2015). 

Mimpi Kehutanan 2045 adalah kehutanan diharapkan setidaknya dapat menyumbang devisa dari kayu dan HHBK (termasuk industri pariwisata) sebesar USD 97,51 Milyar, sumbangan investasi sebesar USD 166,10 Milyar, serta serapan tenaga kerja sebanyak 11,55 juta orang. Masa depan kehutanan adalah HHBK, dengan mengelola HHBK sama dengan mengelola peradaban, dimana bersifat subsisten. HHBK dimanfaatkan sehari-hari oleh masyarakat; belum banyak industri yang mentransformasikannya ke dalam nilai perdagangan global; serta jumlah jenis yang dimanfaatkan berhubungan dengan pengetahuan turun temurun di masyarakat. (Majalah Forest Digest, 2017). 



Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sangat prospektif dikembangkan dalam pembangunan kehutanan yang selama ini bertumpu pada kayu. Komoditi ini berperanan sangat penting dalam multiplayer effect untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan serta secara tidak langsung dapat mendukung program hijau dan pariwisata MADURA. Oleh karena itu perlu sinergitas dalam penyusunan grand design serta pelaksanaannya. 

Komoditas HHBK merupakan hasil hutan ikutan yang belum dimanfaatkan dan dikelola dengan baik sehingga hasilnya masih rendah oleh karena itu peran litbang dalam menghasilkan IPTEK terintegrasi dari hulu ke hilir baik potensi dan budidaya, kondisi sosial masyarakat, kondisi pasar, adaptive desesion maker, sangat penting sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan juga menghasilkan nilai tambah dan daya saing. 

Tantangan penelitian jenis HHBK cukup besar hampir 500 jenis, bentuknya beragam baik daun, akar, kulit, buah. Namun hanya ada beberapa komoditas HHBK yang dapat diketahui teknologinya yaitu: energi, pangan, obat-obatan, dan lain lain dan pemanfaatannya masih dalam bentuk bahan mentah. 

Penelitian potensi, teknik budidaya dan pengolahan/pemanfaatan HHBK sudah dilakukan seperti : penghasil energi sebagai bahan bakar nabati (kemiri sunan, kepuh, keranji, bintaro, nyamplung), pangan (madu, pala, rusa), obat-obatan dan pestisida nabati (eucalyptus, gulinggang, mimba, beke, bambang lanang, jernang), penghasil serat (rami, pandan), barang kerajinan (rotan, bambu), bahan parfum (gaharu) namun efektivitas dan kelengkapan untuk penerapannya masih perlu ditingkatkan. 

Pengembangan HHBK untuk tujuan rehabilitasi lahan kritis perlu masukan teknologi: perbaikan tapak (pemanfaatan bahan organik dan mikoriza) pemilihan jenis, pola tanam/ teknik agoroforestri serta memperhatikan ruang tumbuh perakaran untuk mencegah erosi dan meminimalisir persaingan unsur hara. 

Sumberdaya hutan HHBK memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi yang merupakan sumber penghasil bahan kimia alam potensial. Hal tersebut didukung dengan mulai beralihnya paradigma penggunaan bahan kimia sintetis ke bahan kimia alami. 

Kearifan masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumber daya hutan HHBK sebagai sumber obat, antimikroba, anti insektisida dan lainnya merupakan potensi yang perlu digali, dieksplorasi dan dikembangkan. Secara ilmiah ekeftivitas tumbuhan tersebut perlu dibuktikan sehingga pada saat akan dikembangkan secara komersial dapat dipertanggungjawabkan. Kementerian kehutanan yang diberi mandat mengelola hutan memiliki tanggungjawab besar terutama sebagai penyedia lahan, penyedia potensi bahan baku dan teknik budidaya. Data mengenai koleksi jenis-jenis tumbuhan penghasil bahan kimia alam juga masih tersebar sehingga perlu dilakukan inventarisasi dan koleksi data

Dalam pengelolaan dan pemanfaatan HHBK diperlukan berbagai disiplin ilmu dan institusi yang harus saling terintegrasi dari hulu sampai hilir. Dengan demikian paket teknologi yang diperoleh siap dikomersilkan. 

Terahir selain hal tersebut di atas, perlu juga untuk me-link-kan antara hulu dan hilir sehingga industri tidak kekurangan bahan baku dan masyarakat juga mendapat kesejahteraan. 

SALAM SEHAT DAN TETAP SEMANGAT 

Sosialisasi Penyiapan dan Pengembangan Perhutanan Sosial Di Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo

Sosialisasi Penyiapan dan Pengembangan Perhutanan Sosial Di Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo Perhutanan Sosial adalah sistem...